BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Andalusia
merupakan daerah yang ditaklukan bani Umayyah. Andalusia merupakan sebutan bagi
semenanjung liberal pada periode islam. Sebutan itu berasal dari kat Vandalusia
yang artinya Negeri bangsa Vandal. Atas penaklukan tersebut, sehingga terlepas
dari tangan kaum muslimin tetapi hal ni tidaklah terjadi pada masa pemerintahan
Bani Umyyah itu. Yang bertanggung jawab atas hilangnya daerah itu adalah mereka
memegang pemerintahan berikutnya.
Para
ahli sejarah terutama dari golngan kaum muslimin sendiri bersifat murah hati,
cinta damai dan kelapangan dad yang dikenal pada pribadi pahlawan- pahlawan
seumpama Muawiyyah, Abdul Malik Al- waliddan Umar bin Abdil Aziz. Usaha- usaha
mereka dalam penyebaran Islam dilakukan dengan baik yaitu sebagai penakluk-
penakluk.
Tiga orang pertama tersebut diatas
telah berjasa untuk memancangkan bendera islam di berbagai daerah, sehingga ia
berkibar dengan megahnya didaerah yang demkian luasnya yang menaungi jutaan
ummat manusia.
Dalam
masa lebih dari tujuh abad kekuasaan pada periode Islam klasik. Andalusia
mencapai puncak keemasannya. Banyak prestasi yang mereka peroleh
bahkan pegaruhnya membawa Eropa dan kemudian dunia kepada kemajuan yang lebih
kompleks, Andalusia juga dikatakan mampu menyaingi Baghdad yang ada di timur.
Banyak orang Eropa mendalami studi di Universitas-Universitas Islam disana.
Ketika itu bisa dikatakan, Islam telah menjadi guru bagi orang Eropa. Selama
delapan abad, Islam pernah berjaya di bumi Eropa (Andalusia) dan membangun
peradaban yang gemilang. Namun peradaban yang di bangun dengan susah payah dan
kerja keras kaum Muslimin itu, harus ditinggalkan dan dilepas begitu saja
karena kelemahan-kelemahan yang terjadi di kalangan kaum Muslimin sendiri dan
karena keberhasilan Bangsa Barat atau Eropa bangkit dari keterbelakangan.
Kebangkitan yang meliputi hampir semua element peradaban, terutama di bidang
politik yakni dengan dikalahkannya kerjaan-kerajaan Islam dan bagian dunia
lainnya sampai kemajuan di bidang sains dan teknologi.
B.
Rumusan Masalah
Adapun masalah yang dibahas adalah terkait dari masa
pemerintahan dinasti Umayah
1.
Apa saja kebijakan politik serta sistem
sosial dan ekonomi pada masa dinasti Umayah ?
2.
Bagaimana perkembangan pemerintahan
dinasti Umayah ?
3.
Bagaimana berdirinya serta kemunduran
yang mengakibatkan kehancuran dinasti Umayah ?
C.
Tujuan Penulisan
Untuk menumbuh kembangkan kemampuan dalam meningkatkan pengetahuan mengenai
pemerintahan dalam ajaran islam sehingga tertanam nilai-nilai moral dalam
memimpin suatu umat dan kreativitas.
Dalam penulisan ini juga bertujuan agar kita menyadari kesukaran- kesukaran
yang dihadapi dan perkembanganya tentang sejarah zaman Umayyah terutama di
Andalusia( masa Dnast Umayyah II). Selain titu juga ditujukan agar kita
mengetahuilebih mendalam yaitu tentang terbentuknya Dinasti Umayyah di
Andalusia dengan jsistem pemerintahan dan perkembanganya, beberapa kemajuan
peradaban yang di bangun hinggga berakhirnya pemerintahan Dinasti Umayyyah di
Andalusia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pemerintahan Dinasti Umayah Di Andalusia
Sejak pertana
kali menginjakkan kaki ditanah Andalusia hingga jatuhnya kerajaan Islam
terakhir disana, Islam memainkan peranan yang sangat yang dilalui umat Islam di
Andalusia dapat dibagi menjadi enam periode:
1.
Periode Pertama (711 – 755 M)
Pada periode ini, Andalusia berada
dibawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh khalifah Bani Umayyah yang
berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik Andalusia belum tercapai
secara sempurna, gangguan–gangguan masih terjadi baik dari dalam maupu luar.
Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan diantara elit penguasa,
terutama akibat perbedaan etnis dan golongan, terutama antara Basbar asal
Afrika Utara dan Arab. Didalam etnis arab sendiri, terdapat dua golongan yang
terus menerus bersaing, yaitu suku Qaisy (Ara Utara) dan Arab Yamani (Arab
Selatan). Perbedaan etnis ini seringkali menimbulkna konflik politik, terutama
ketika tidak ada figus penguasa yang tangguh. Itulah sebabnya di Andalusia pada
saat itu, tidak ada gubernur yang mampu mempertahankan kekuasannya dalam jangka
eaktu yang agak lama.
Gangguan dari luar dari sisa-sisa
musuh lama di Andalusia yang bertempat tinggal di daerah-daerah pegunungan yang
memang tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Islam. Karena seringnya konflik
internal dan berperang menghadapi musuh dari luar, maka dalam periode ini Andalusia belum memasuki kegiatan
pembangunan di bidang peradaban dan kebudayaan. Periode ini berakhir dengan
datangnya Abd AL Rahman Al Dakhil pada tahun 138 H/755 M.
2. Periode
Kedua (755-912 M)
Pada periode ini, Andalusia berada
di bawah pemerintahan amir, tetapi tumduk kepada pusat pemerintahan Islam yang
ketika itu dipegang oleh khalifah abbasiyah di Baghdad. Penguasa Andalusia pada
periode ini adalah Abd Al Rahman Al Dakhil, Hisyam I, Hakam I, Abd Al Rahman Al
Ausath, Muhammad bin Abd Al Rahman, Munzir bin Muhammad dan Abdullah bin
Muhammad.
Mengenai Ad Dakhil, diceritakan
sewaktu dinasti bani umayyah tumbang oleh dinasti abbasiyah terjadi pembunuhan
massal dan pengejaran terhadap sisa-sisa keluarga Umayah. Ia melarikan diri
menyusuri Afrika Utara hingga tiba di Meknes. Maroko dan pindah ke Melilla,
dekat Ceuta di pesisir laut tangah menghadap semenanjung Liberia. Inilah buat
pertama kalinya seorang pangeran Bani Umayyah masuk ke Andalusia, sehingga ia
mendapat gelar Ad Dakhil. Setelah melumpuhkan penguasa Andalusia, Yusuf bin Abd
Ar Rahman, ia akhirnya berkuasa disana.
Pada periode ini, Andalusia mulai memperoleh
kemajuan-kemajuan, baik dalam bidang politik maupun dalam bidang perdaban. Abd
Al Rahman Al Dakhil mendirikan masjid Cordova dan sekolah-sekolah dikota-kota
besar. Hisyam dikenal berjasa dalam menegakkan hukum Islam dan Hukum dikenal
sebagai pembaharu dalam bidang militer. Dialah yang memprakasai tentara bayaran
di Andalusia. Sedang Abd Al Rahman Al Ausath dikenal sebagai penguasa yang
cinta ilmu.
Pada periode ini, berbagai ancaman dan
kerusakan terjadi. Pada pertengahan abad ke 9 M. Stabilitas munculnya gerakan
Kristen fanatic yang mencari kesyahidan (Martydom). Tetapi gerakan ini tidak
mendapat simpati dikalangan intern Kristen sendiri, karena pemerintahan Islam
kala itu mengembangkan kebebasan beragama. Peribadatan tidak dihilangi, bahkan
mereka juga tidak dihalangi bekerja sebagai pegawai pemerinthan atau emnajdi
karyawan pada intansi militer. Gangguan politik paling serius dating dari umat
Islam sendiri. Golongan pemberontak di Toledo pada tahun 852 M membentuk Negara
kota dan bertahan sampai 80 tahun. Disamping itu, sejumlah orang yang tidak
puas terhadap penguasa melancarkan revolusi, yang terpenting diantaranya
pemberontakan Hafshun dan anaknya yang berpusat dipegunungan dekat Malaga.
3. Periode
Ketiga (912-1013 M)
Pada periode ini, Andalusia
diperintah oleh penguasa dengan gelar khalifah. Penggunaan gelar ini berawal
dari berita bahwa al muktadir. Khalifah Bani Abbasiyah di Baghdad meninggal
dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Maka Abdurrahman III menilai bahwa
keadaan ini menunjukkan suasana pemerintahan Abbasiyah sedang berada dalam
kemelut. Ia berpendapat bahwa saat ini merupakan moment yang paling tepat untuk
mmakai gelar khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150
tahun lebih. Maka dari itu, gelar khalifah ini mulai dipakai sejak tahun 929 M
Khalifah besar yang memerintah pada periode ini yaitu Abd Al Rahman Al Nasir
(912-916 M), Hakam II (961-976M) dan Hisyam II (976-1009M).
Pada periode ini, Andalusia mencapai
puncak kemajuan dan kejayaan, menyaingi Baghdad di timur. Al Nashir mendirikan
universitas di cordova yang perpustakaannya memiliki koleksi ratusan ribu buku.
Hakam II juga juga seoreang kolektor buku dan pendiri perpustakaan. Pada masa
ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran. Pembangunan kota
berlangsung cepat.
4. Periode
ke empat ( 1013 – 1086)
Pada periode ini Andalusia terpecah
menjadi lebih 20 kerajaan kecil. Masa ini disebut Muluk al – Thawaif (Raja
Golongan ) mereka mendirikan kerajaan berdasarkan etnis Barbar. Slovia ata u
Andalus yang bertikai satu sama lain sehingga menimbulka keberania umat Kristen
di utara untuk menyerang. Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, para pihak
yangbertikai sering meminta bantuan kepada raja – raja Kristen. Periode ini
meskipun terjadi ketidakstabilan tetapi dalam bidang peradaban mengalami
kemajuan karena masing – masing ibu kota kerajaan local ingin menyaingi Cordova
sehingga muncullah kota –kota besar seperti Toledo, Sevilla, Malaga, dan
Granada.
5. Periode
ke lima ( 1086 – 1248)
Pada periode ini meskipun Andalusia
terpecah – pecah dalam beberapa Negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang
dominan, yakni dinasti Murabhitun (1086-1143) dan dinasti Muwahidun (1146-1235
M). murabhitun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh
Yusuf bin Tasytin di afrika utara. Ia masuk ke Andalusia atas undangan penguasa
islam disana yang tengah menikul beban berat perjuangan mempertahankan negri
dari serangan orang Kristen. Ia dan tentaranya masuk Andalusia pada tahun 1086
M dan berhasil mengalahkan pasukan castilia. Karena perpecahan dikalangan raja-
raja muslim, yusuf melangkah lebih jauh untuk menguasai Andalusia dan berhasil.
Tetapi sepenggantinya adalah raja – raja yang lemah. Pada tahun 1143 M,
kekuasaan dinasti ini berakhir baik di afrika utara maupun Andalusia sendiri.
Sepeninggal murabhitun,
muncul-muncul dinasti kecil, tapi berlangsung tiga tahun. Pada tahun 1146 M,
dinasti muwahidun di afrika utara yang didirikan oleh mehammad bin tumart.
Dinasti ini datang ke Andalusia dibawah pimpinan abd al mun’im. Antara tahun
1114 dan 1115 M, kota-kota muslim penting di Andalusia seperti cordova. Almeria
dan cannada jatuh di bawah kekuasaannya. Untuk jangka beberapa decade, dinasti
ini mengalami banyak kemajuan. Kekuatan – kekuatan Kristen dapat dipukul mundur
akan tetapi, tidak lama setelah itu Muwahhidun mengalami keambrukan. Tentara
Kristen, pada tahun 1212 M, mendapat kemenangan besar di Las Navas de Tolesa.
Kekalahan – kekalahan yang dialami oleh Muwahhidun memaksa penguasanya keluar
dari Andalusia dan kembali ke afrika utara pada tahun 1235 M. Tahun 1238 M
cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh di tahun 1248 M.
Seluruh Andalusia kecuali Granada lepas dari kekuasaan islam.
6. Periode
ke enam (1248 – 1492)
Pada periode ini, islam hanya berkuasa
di daerah Granada. Di bawah dinasti bani ahmar (1232-1492 M) yang didrikan oleh
Muhammad bin Yusuf bin Nasr bin al-Ahmar. Peradaban mengalami kemajuan tetapi
hanya berkuasa di wilayah yang kecil seperti pada masa kekuasaan Abdurrahman an
–Nashir. Namun pada decade terkhir abad 14 M, dinasti ini telah lemah akibat
perebutan kekuasaan. Kesempatan ini dimanfaatkan olen kerajaan Kristen yang
telah mempersatukan diri melalui pernikahan antar Esabella dan Aragon dengan
raja Ferdinand dari Castilla untuk bersama – sama merebut kerajaan Granada.
Pada tahun 1487 menguasai Almeria tahun 1492 menguasai Granada. Raja terakhir
Granada, Abu Abdullah, melarikan diri ke afrika utara.
B. Kebijakan Politik
a.
Cordova
Cordova adalah ibukota Spanyol sebelum Islam, yang kemudian di ambil alih
oleh Bani Umayah. Oleh penguasa muslim kota ini di bangun dan diperindah.
Jembatan besar dibangun di atas sungai yang mengalir di tengah kota.
Taman-taman dibangun untuk menghiasi ibukota spanyol islam itu. Pohon-pohon dan
bunga-bunga diimpor dari timur. Di seputar ibukota berdiri istana-istana yang
megah yang semakin mempercantik pemandangan, setiap istana dan taman diberi
nama tersendiri dan di puncaknya terpancak istana Damsyik.
Diantara kebanggaan kota Cordova lainnya adalah mesjid Cordova. Ciri-ciri
khusus kota-kota Islam adalah adanya tempat-tempat pemandian. Di sekitarnya
berdiri perkampungan-perkampungan yang indah. Karena air sungai tidak dapat di
minum, penguasa muslim mendirikan saluran air dari pegunungan yang panjangnya
80 KM.
b.
Granada
Granada adalah tempat pertahanan terakhir umat Islam di
Spanyol. Di sana berkumpul sisa-sisa kekuatan Arab dan pemikir Islam. Posisi
Cordava diambil alih oleh Granada di masa-masa akhir kekuasaan Islam di
Spanyol. Arsitektur-arsitektur bangunannya terkenal di seluruh Eropa. Istana
al-Hamra yang indah dan megah adalah pusat dan puncak ketinggian arsitektur
Spanyol Islam. Istana itu dikelilingi taman-taman yang tidak kalah indahnya.[1]
C Sistem Sosial
dan Ekonomi
Al Andalus
berarti “untuk menjadi hijau pada akhir musim panas” dan merujuk pada wilayah
yang diduduki oleh kerajaan Muslim di Spanyol Selatan yang meliputi kota-kota
seperti Almeria, Malaga, Zadiz, Huelva, Seville, Cordoba, Jaen dan Granada.
Andalusia
terletak di benua Eropa barat daya dengan batas-batas ditimur dan tenggara
adalah laut tengah, diselatan benmua Afrika yang terhlang oleh selat Gibraltar,
dibarat samudra atlantik dan utara ole teluk Biscy. Pegunungan Pyneria ditimur
laut membatasi Andalusia dengan Prancis. Andalusia adalah sebutan pada masa
Islamm bagi daerah yang dikenal dengan senanjung Liberia (kurang lebih 93 %
wilayah Spanyol, sisanya Portugal) dan Vadalusia. Sebutan ini berasal dari kata
Vandalusia, yang berarti negeri bangsa vandal, karena bagian selatan semenanjung
itu pernah dikuasai oleh bangsa Vandal sebelum mereka diusir ke Afrika Utara
oleh Bangsa Goth pada abad ke 5 M.
Kondisi
sosial masyarakat Andalusia menjelang penaklukan Islam sangat memperihatinkan.
Masyarakat terpolarisasi ke dalam beberapa kelas sesuai dengan latar belakang
sosialnya. Sehingga ada masyarakat kelas satu,dua dan tiga. Kelompok masyarakat
kelas satu, yakni penguasa, terdiri atas raja, para pangeran, pembesar istana, pemuka agama dan
tuan tanah besar. Kelas dua terdiri atas tuan-tuan anak kecil. Tuan tanah kecil
adalah golongan rakyat kecil adalah golongan rakyta kelas dua (second citizen).
Kelompok masyarakat kelas tiga terdiri atas pada budak termasuk budak tani yang
nasibnya tergantung pada tanah, penggembala, nelayan, pandai besi, orang Yahudi
dan kaum buruh dengan imbalan makan dua kali sehari. Mereka tidak dapat
menikmati hasil tanah yang mereka grap. Rakyat kelas dua dan tiga yang sangat
teritindas oleh kelas atas banyak lari ke hutan karena trauma dengan penindasan
para penguasa. Demi mempertahankan hidup, mereka terpaksa harus mencari nafkah
dengan jalan membunuh, merampas atau membajak. Dekadensi moral mereka itu
bersamaan dengan jatuhnya ekonomi mereka.
Penaklukan
oleh pasukan atas Andalusia memberi dampak positif yang luar biasa.
Andalusia dijadikan tempat ideal dan pusat pengembangan budaya. Ketika
peradaban Eropa tenggelam dalam kegelapan dan kehancuran, obor Islam menyinari
seluruh Eropa melalui Andalusia, kepada bangsa Vandhal, Goth dan berber. Islam
menegakkan keadilan yang belum dikenal sebelumnya. Rakyat jelata tertindas yang
hidup dalam kegelapan mendapat sinar keadilan, memiliki kemerdekaan hidup dan
menentukan nasibnya sendiri. Para budak pada bangsa Goth dimerdekakan oleh para
penguasa Muslim dan diberi pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya. Sikap
toleransi kaum muslim adalah perjanjian damai dengan pihak para penguasa yang
telah ditaklukan. Kebebasan, persamaan dan persaudaraan yang diterapkan,
memungkinkan bangsa-bangsa yang ditaklukkan itu ikut ambil abgian dalam
pemerintahan bersama-sama dengan para penguasa Muslim. Jadi Islam tidak
mengenal adanya perbedaan kasta dan keyakinan. Saat ditaklukan, tingkat
peradaban Andalusia sangat rendah dan keadaan umumnya begitu menyedihkan,
sehingga kaum Muslim lebih banyak mengajar dari pada belajar. Eropa sendiri di
satu pihak diganggu oleh bangsa Berber Jerman. Sementara itu filsafat Yunani
dan ilmu pengetahuan telah lama pindah tempat ke Syria dan Persia.
Penaklukan
semenanjung ini diawali dengan pengiriman 500 orang tentara muslim dibawah pimpinan Tarif bin Malik pada
Ramadhan tahun 91 H/710 M. Ia dan pasukannya mendarat disebuah tempat yang
diberi nama Tarifa. Ekspedisi ini berhasil dan tariff kembali ke Afrika Utara
membawa banyak ghanimah. Musa bin Nushair, Gubernur Jenderal Al Maghrib di
Afrika Utara kala itu, kemudian mengirimkan 7000 orang tentara dibawah pimpinan
Thariq bin Ziyad. Ekpsedisi kedua ini mendarat dibukit karang Gibraltar (Jabal
At Thariq ) pada tahun 92 H/711 . Diatas bukit itu, Thariq berpidato untuk
membangkitkan semngat juang pasukannya, karena tentara musuh yang akan dihadapi
jumlahnya 100.000 orang. Thariq mendapat tambahan 5000 orang tentara dari
Afrika Utara sehingga total jumlah pasukannya menjadi 12.000 orang.
Pertempuran
pecah didekat muara sungai Salado (Lagend Janda) pada bulan Ramadhan 92 H/19
Juli 711. Pertempuran ini mengawali kemenangan Thariq dalam
pertempuran-pertempuran berikutnya, sampai akhirnya Toledo, ibukota Gothia
Barat, dapat direbut pada bulan September tahun itu juga. Bulan Juni 712 M.
Musa berangkat ke Andalusia membawa 18.000 orang tentara dan menyerang
kota-kota yang belum ditaklukkan oleh Thariq sampai bulan Juni tahun
berikutnya. Di kota kecil Talavera, Thariq menyerahkan kepemimpinan pada Musa.
Pada saat itu pula Musa mengumumkan Andalusia menjadi bagian dari wilayah
kekuasaan Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Penaklukan selanjutnya
diarahkan ke kota-kota bagian utara hingga mencapai kaki pengunungan Pyrenia.
Di balik pegunungan itu terbentang tanah Galia dibawah kekuasaan bangsa
Prancis. Musa berambisi menaklukkan wilayah dibalik pegunungan itu, namun
khalifah al walid tidak merestuinya bahkan ia memanggil Musa dan Thariq untuk
pulang ke Damaskus. Sebelum berangkat Musa menyerahkan kekuasaan kepada Abd Al
Aziz bin Musa. Abd Aziz berhasil menaklukkan Andalusia sudah jatuh ke tangan
umat Islam, kecuali Galicia sebuah kawasan yang terjal dan tandus di bagian
barat laut semenanjung itu.
Andalusia menjadi salah satu propinsi dari daulah Bani
Umayyah sampai tahun 132 H/ 750 M. Selama periode tersebut, para gubernur
Umawiyah di Andalusia berusaha mewujudkan impian Musa bin Nushair untuk
menguasai Galia. Akan
tetapi, dalam pertempuran Poitiers didekat Tours pada tahun 114 H / 732 M
tentara Islam dibawah pimpinan Abd Al – Rahman Al – Ghafiq di pukul mundur oleh
tentara Nasrani Eropa dibawah pimpinan Kartel Martel. Itulah titik akhir dari
serentetan sukses umat Islam diutara pegunungan Pyneria. Setelah itu mereka
tidak pernah meraih kemenangan yang berarti dalam menghadapi serangan balik
kaum Nasrani Eropa. Ketika daulah Bani Umayyah runtuh pada tahun 132 H / 750 M.
Andalusia menjadi salah satu propinsi dari daulah Bani Abbas sampai Abd Al
Rahman bin Muawiyah, cucu khalifah Umayah kesepuluh hisyam bin Abd Malik, memproklamasikan
propinsi itu sebagai Negara yang berdiri sendiri pada tahun 138 H/756 M. Sejak
proklamasi itu. Andalusia memasuki babak baru sebgai sebuah Negara berdaulat
dibawah kekuasaan Bani Umayyah II yang beribukota di Codova sampai tahun 422
H/1031.[2]
B.
Perkembangan
Peradaban
Kemajuan
perkembangan islam pada masa Dinasti
Umayyah II ini terjadi pada masa
pemerintahan Abdurahman III dan Hakam II, yaitu pada tahun 350-
366 H / 961- 976 M. Perkembangan pada masa kejayaan Daulah Umayyah ini
yang termasyhur adalah perkembangan kota dan seni bangunan, perkemangan bahasa
dan sastra arab dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Dimana dasar pemikiran hikumnya
adalah hadits. Mahzab ini diperkenalkan pertama kali ole Ziad ibn Abd al- Rahmanibn Ziyad al- lahmi. Tokoh
lainya antara lain ibn Hazm.Semula ibn
Hazm menganut mahzab Sya fi’I, tetapi kemudin beralih menjadi pengikut imam
Daud al- Dhahiri. Ia telah berperan mngembangkan 2 mahzab ini di Andalusia.[3]
Andalusia
pada saat itu sudah mencapai tingkat
peradaban yang sangat maju, sehingga penduduknya terhindar dari buta huruf.
Kemajuan ini didukung karena para khalifahnya yang cinta akan ilmu pengetahuan.
Telah di sebut
bahwa arus ekspansi islam di mulai setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW (632 M)
dan mencapai puncaknya pada masa Khalifah umayah (sebut Umayah) VI, Al-Walid,
di mana peta islam meluas ke barat sampai semenanjung Liberia dan di kaki
gunung Pyrenia (Pyreenes), prancis termasuk Afrika Utara, fi utara meliputi
Asia Kecil dan Armenia dengan rute-rute pantai laut kaspia menyebrangi sungai
Oxus, Asia tengah bagian Rusia yang di kuasai setelah penaklukan Azerbeijan,
sebagian Georgia, seberang sungai jihun, dan ke timur sampai india dan
perbatasan China. Dalam waktu yang relative singkat di bawah kepemimpinan
gubernur jendral Al-Maghrib, Musa bin Nushair, dengan panglima perang gubernur
Tangier, Thariq bin Ziyad, seorang mu’allaf, masih remaja dari Lowata, Anak
suku barbar, yang berhasil menaklukkan Andalusia.[4]
Dengan demikian
dapat di katakan bahwa peradaban islam sudah bersifat internasional, meliputi
tiga benua: sebagian Eropa, sebagian Afrika, sebagian besar Asia. Penduduknya
meliputi puluhan bangsa, menganut bermacam-macam bahasa. Semua itu di satukan
dengan bahasa Arab sebagai bahasa pemersatu dan agama islam menjadi agama resmi
Negara.[5]
Perkembangan peradaban islam di Andalusia di antaranya
-
Bidang Politik
- Bidang Sosial
- Bidang Sastra
- Bidang Ekonomi
- Bidang Ilmu pengetahuan
- Bidang Kota dan Arsitektur
C.
Kemunduran dan
Keruntuhan Dinasti Umayah Di Andalusia
a.
Faktor Internal
1.
Tidak Adanya Ideologi Pemersatu
Kalau di tempat- tempat lain para
muallaf diperlukan sebagai seorang islam yang sederajat, di spanyol, sebagaimana
politik yang dijalankan oleh Bani Umayyah di Damaskus , orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang
pribumi. Setidak-tidaknya sampai abad kesepuluh masehi, mereka masih memberi
istilah’ Ibad dan muwaladdin kepada para muallaf itu, suatu ungkapan yang
dinilai merendahkan.
2.
Tidak Jelasnya Sistem Peralihan
Kekuasaan
Hal ini penyebabkan perebutan kekuasaan
diantara ahli waris. Bahkan, karena inilah kekuasaan Bani Umayah runtuh dan
Muluk al-Thawa’if muncul. Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir
di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand dan Isabella, diantaranya juga disebabkan
permasalahan ini.
3.
Kesulitan Ekonomi
Diparuh kedua masa Islam di Spanyol,
para pengusa membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuandengan sangat “serius”,
sehingga lalai mebina perekonomian. Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang
amat memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer.[6]
b. Faktor
Eksternal
1. Konflik Islam dengan Kristen
Para penguasa muslim tidak melakukan
islamisasi secara sempurna. Mereka sudah merasa puas dengan hanya menagih upeti
dari kerajaan – kerajaan Kristen taklukannya dan membiarkan mereka
mempertahankan hukum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki tradisonal, asal
tidak ada perlawanan bersenjata. Namun demikian, kehadiran Arab Islam telah
memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen. Hal itu menyebabkan
kehidupan negara islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan
antara Islam dan Kristen.
Selain itu, ada gerakan Renaissance di Eropa
yang membangkitkan semangat orang-orang
Barat untuk merebut kembali kejayaannya. Orang-orang Kristen Eropa mengadakan
konsolidasi politik untuk menyusun kekuatan mengusir umat islam.[7]
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Andalusia adalah sebutan bagi semenanjung Liberia periode Islam.Bani
Umayyah merebut semenanjung ini pada masa khalifah Al Walid bin Malik dengan
mengirim 500 pasukan yang dipimpin oleh Tarif bin Malik pada tahun 91 H / 710
M. Pada tahun 92 H / 711M Musa ibn Musair mengirim 7000 tentara yang dipimpin
Harim bin Ziyad dan mendarat di Jabal Thariq (Gibaltar) dan pada penaklukan
Andalusia menjadi propinsi dinasti Umayyah Musa membawa kembali 18.000 tentara
yaitu pada tahun 93 H/ 712M.
Wilayah yang dikuasai antara lain
Cordova, Sevilla, Ceuta, Toledo, Magda dan Elvira. Masyarakatnya terdiri dari
orang arab islam, islam non- arab, Barbar, Yahudi Slavia dan Spanyol. Kemajuan
yang dicapai pada masa itu terjadi pada masa pemerintahan Abdurahman III dan
Hakam II. Pada masa ini melakukan pembanguna danau untuk irigasi dan air minum,
membangun kota cordova, Masjid Jami’ Cordova yang diubah menjadi Gereja Santa
Maria.
Bahasa
Arab sudah menjadi bahaa resmi di Andalusia, ilmu pengetahuan mengalami
kemajuan pesat dan mendirikan pula perpustakaa- perpustakaan disamping
mumbangun lembaga pendidikan. Mahzab yang berkembang pada masa ini adalah
mahzab maliki.
Sebab-
sebab kemunduran Dinasti ini adanya perebutan kekuasaan akibat militer yang
kuat, terjadi kudeta sebanyak 14 kali dan disintegrasi sosial terutama dari
kelompk Barbar dan Slavia.
2. Kritik dan
Saran
Semoga dengan
adanya makalah ini para pembaca dan kami selaku pemateri, mendapatkan
manfaatnya. Dan apabila terdapat kekhilafan dan kekurangan dalam penulisan atau
penyajian makalah ini kami senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun agar makalah ini lebih bermanfaat di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Sirojuddin AR, H.D., 1997. Perkembangan Islam di Eropa dan Pengaruhnya
Bagi Kemajuan Barat. Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Agama Islam dan
Univeritas Terbuka.
Wahid, N Abbas dan Suratno., 2009. Khazanah Sejarah
Kebudayaan Islam Kelas XII. Solo: Tiga Serangkai
Sunanto, Musyrifah., 2007. Sejarah Islam Klasik. Jakarta:
Kencana
M.
Abdul Karim, M Abdul.,
2009. Sejarah Pemikiran
dan Peradaban Islam. Yogyakarta:
Pustaka Book Publisher.
Rofiq, Choirul., 2006. Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik
Hingga Modern. Yogyakarta : STAIN Ponorogo
http://blog.uin-malang.ac.id/san3la/2012/07/05/sejarah-peradaban-islam-pada-masa-bani-umayyah-ii-di-andalusia
[1] Drs. Badri Yatim dan H.D.
Sirojuddin AR, Sejarah Kebudayaan Islam I. Jakarta: Direktorat Jendral
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Dan Universitas Terbuka. 1997, hal. 418
[2]http://blog.uin-malang.ac.id/san3la/2012/07/05/sejarah-peradaban-islam-pada-masa-bani-umayyah-ii-di-andalusia
[3] Choirul Rofiq. Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga
Modern. Yogyakarta : STAIN Ponorogo Press hal 185
[4] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam
(Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2009), hlm. 227.
[5] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Jakarta: Kencana,
2007), hlm. 45.
[6] Drs. Badri Yatim dan H.D.
Sirojuddin AR. Sejarah Kebudayaan Islam I. Jakarta: Direktorat Jendral
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas terbuka, 1997. Hal, 402
[7] N Abbas Wahid dan
Suratno, Khazanah Sejarah Kebudayaan Islam Kelas XII. Solo: Tiga
Serangkai.2009, hal. 60